Categories
Berita Internasional Home

AS Tolak Permintaan Netanyahu, Desak Israel Mundur dari Lebanon Sebelum 18 Februari

Amerika Serikat dengan tegas menolak permintaan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk memperpanjang keberadaan militer Israel di Lebanon Selatan. Washington menegaskan bahwa pasukan Israel harus mundur sebelum tenggat waktu 18 Februari, sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya, demikian dilaporkan oleh Jerusalem Post.

Meski Netanyahu berupaya meminta dukungan Presiden Donald Trump agar pasukan Israel tetap bertahan di lima titik strategis perbatasan, Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Brian Hughes, menyatakan bahwa tidak akan ada perpanjangan waktu. “Penarikan pasukan Israel tetap berjalan sesuai jadwal, dan tidak ada permintaan resmi untuk memperpanjang batas waktu,” tegasnya. Sikap ini mengindikasikan adanya pergeseran kebijakan Trump yang semakin tegas terhadap operasi militer Israel di luar Gaza.

Sebelumnya, perjanjian gencatan senjata 60 hari yang dijadwalkan berakhir pada 27 Januari memberi Israel waktu untuk menarik pasukannya. Namun, hingga batas waktu tersebut, Israel belum mundur dengan alasan Angkatan Bersenjata Lebanon belum sepenuhnya dikerahkan di wilayah selatan. AS sempat memberikan tambahan waktu hingga 18 Februari, tetapi kini menolak penundaan lebih lanjut.

Di sisi lain, Lebanon menuduh Israel telah melanggar kesepakatan dan mengajukan protes ke Dewan Keamanan PBB. Media Lebanon melaporkan lebih dari 830 pelanggaran oleh Israel sejak gencatan senjata diberlakukan. Sementara itu, Morgan Ortagus, utusan khusus Trump untuk Timur Tengah, menegaskan kembali kebijakan AS selama kunjungannya ke Lebanon dan Israel, di mana ia turut meninjau perbatasan utara bersama pejabat militer Israel.

Dalam perjanjian awal, Israel diwajibkan menarik pasukannya seiring dengan pengerahan tentara Lebanon dan pasukan penjaga perdamaian PBB, sementara kelompok Hizbullah harus mundur ke utara Sungai Litani. Israel mengklaim bahwa Lebanon belum memenuhi kewajiban tersebut, namun Washington memastikan bahwa militer Lebanon akan siap sepenuhnya sebelum batas waktu yang telah disepakati.

Sikap Trump terhadap Lebanon juga menunjukkan adanya perubahan strategi dalam kebijakan luar negerinya, khususnya terkait Iran. Saat menandatangani kebijakan baru tentang sanksi maksimum terhadap Teheran, Trump menunjukkan ketidakinginannya dengan menyatakan, “Saya menandatangani ini, tetapi saya tidak senang melakukannya.” Lebih mengejutkan lagi, ia menegaskan bahwa tidak semua pemimpin Iran menginginkan senjata nuklir, sebuah pernyataan yang bertentangan dengan narasi Netanyahu yang selama ini menggambarkan Iran sebagai ancaman utama bagi stabilitas regional.

Menurut analis Trita Parsi, sikap ini menunjukkan bahwa Trump mungkin lebih tertarik untuk mencari kesepakatan diplomatik dengan Iran daripada sekadar memperketat sanksi. Langkah ini berpotensi mengguncang hubungan AS-Israel dan menggagalkan beberapa agenda strategis Netanyahu di kawasan Timur Tengah.

Categories
Berita Internasional Home

Pembangunan Gaza Jadi Prioritas, Mesir Tegaskan Penolakan Relokasi Palestina

Mesir tengah merancang sebuah proposal komprehensif untuk membangun kembali Gaza, dengan tujuan memastikan warga Palestina tetap berada di tanah mereka sendiri. Kementerian Luar Negeri Mesir menegaskan bahwa langkah ini merupakan upaya nyata untuk mengatasi krisis kemanusiaan di wilayah tersebut dan menolak segala bentuk pemindahan paksa penduduk Palestina.

Rencana tersebut muncul di tengah meningkatnya tekanan dari Presiden AS Donald Trump, yang mengusulkan pemindahan warga Gaza ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania. Usulan ini mendapatkan penolakan tegas dari negara-negara Arab, termasuk Mesir dan Yordania, yang menilai bahwa solusi terbaik adalah membangun kembali Gaza tanpa mencabut hak penduduknya atas tanah mereka.

Mesir dan Yordania Sepakat Menolak Relokasi

Reuters melaporkan bahwa pernyataan Mesir ini disampaikan setelah Raja Yordania Abdullah II bertemu dengan Presiden Trump. Dalam pertemuan tersebut, Raja Abdullah menegaskan bahwa negaranya menolak rencana pengambilalihan Palestina dan pemindahan penduduknya ke luar wilayah mereka.

Meski demikian, Yordania setuju untuk menerima sekitar 2.000 anak-anak dari Gaza yang membutuhkan perawatan medis mendesak. Kesepakatan ini merupakan bagian dari langkah kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu mereka yang terdampak konflik berkepanjangan di Jalur Gaza.

Rekonstruksi Gaza Jadi Prioritas

Mesir menegaskan bahwa membangun kembali Gaza harus menjadi prioritas utama bagi komunitas internasional. Pemerintah Mesir saat ini sedang menyusun strategi yang akan memungkinkan negara-negara kawasan untuk berkolaborasi dalam upaya rekonstruksi tanpa perlu memindahkan penduduk Palestina.

Dalam pertemuan dengan Trump, Raja Abdullah menekankan bahwa Mesir akan memberikan tanggapannya terhadap situasi ini dan akan membawa diskusi lebih lanjut dalam pertemuan tingkat tinggi di Riyadh. “Mari kita bersabar dan menunggu proposal resmi dari Mesir. Tidak perlu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan yang menyangkut nasib banyak orang,” ujar Raja Abdullah.

Trump Ancam Hentikan Bantuan untuk Mesir dan Yordania

Situasi semakin memanas setelah Trump mengancam akan menghentikan bantuan keuangan bagi Mesir dan Yordania jika kedua negara tersebut tidak bersedia menerima pengungsi dari Gaza. Trump juga menegaskan bahwa warga Palestina yang telah meninggalkan Gaza tidak boleh kembali ke wilayah mereka, melainkan harus mencari tempat tinggal baru di negara-negara tetangga.

Pernyataan kontroversial ini mendapat reaksi keras dari berbagai pihak, terutama dari negara-negara Arab yang menilai bahwa pemindahan paksa bukanlah solusi untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah. Mesir dan Yordania pun tetap pada pendiriannya untuk menolak rencana tersebut dan lebih memilih pendekatan yang berfokus pada rekonstruksi Gaza serta pemulihan kondisi kemanusiaan di sana.

Dengan adanya proposal rekonstruksi yang tengah disusun oleh Mesir, dunia kini menantikan bagaimana negara-negara di kawasan akan berkolaborasi untuk menghadapi tantangan ini tanpa mengorbankan hak-hak rakyat Palestina atas tanah mereka.

Categories
Berita Internasional Home

Ditemukan di Taman Bermain, Puluhan Bom Perang Dunia II Masih Aktif di Inggris

Sekelompok pekerja yang sedang merencanakan renovasi Scotts Play Park di Wooler, Northumberland, Inggris, secara tidak sengaja menemukan sejumlah bom yang belum meledak dari era Perang Dunia II. Temuan ini segera dilaporkan kepada pihak berwenang, yang kemudian meminta bantuan dari tim ahli penjinak bom Angkatan Darat Inggris.

Kementerian Pertahanan Inggris mengonfirmasi bahwa dua bom pertama telah diamankan, tetapi dewan paroki disarankan untuk melakukan survei lebih lanjut guna memastikan keamanan area tersebut. Hasil pencarian awal oleh perusahaan penjinak bom Brimstone Site Investigation mengungkapkan 65 bom latihan seberat 4,5 kg beserta kartrid asap. Pada hari berikutnya, jumlah temuan meningkat menjadi 90 unit, sehingga total perangkat peledak yang ditemukan mencapai 174 buah.

Meskipun bom-bom ini merupakan jenis latihan, keberadaan bahan peledak di dalamnya tetap berisiko. Oleh karena itu, seluruh perangkat harus diamankan sebelum taman dapat dibuka kembali. Politikus setempat, Mark Mather, mengungkapkan bahwa area ini dahulu digunakan untuk pelatihan militer oleh pasukan sukarelawan Home Guard selama Perang Dunia II. Diperkirakan, bom-bom tersebut dikuburkan setelah perang berakhir.

Dewan paroki berencana untuk melakukan penggalian lebih lanjut guna memastikan bahwa seluruh bahan peledak telah ditemukan dan taman benar-benar aman sebelum fasilitas baru dipasang. Kasus serupa juga pernah terjadi pada Februari 2024 di Plymouth, Inggris, di mana sebuah bom seberat 500 kg ditemukan di taman kota, memaksa ribuan penduduk untuk dievakuasi sebelum akhirnya bom tersebut diledakkan di laut demi keamanan.

Categories
Berita Internasional Home

Tepi Barat Ganti Nama, Trump Tak Mau Kalah dan Mau Beli Gaza!

Kontroversi terkait Palestina kembali memanas di panggung internasional. Dari rencana Israel mengganti nama Tepi Barat hingga ambisi mantan Presiden AS Donald Trump terhadap Gaza, berbagai perkembangan ini menjadi perhatian dunia.

Berikut rangkuman berita internasional terbaru:

Israel Ganti Nama Tepi Barat Jadi Yudea-Samaria

Pemerintah Israel semakin memperkuat kontrolnya di Tepi Barat dengan meloloskan rancangan undang-undang untuk mengganti nama wilayah tersebut menjadi Yudea-Samaria.

RUU ini disahkan oleh Komite Kabinet Parlemen Israel pada Minggu (9/2). Simcha Rothman, seorang anggota parlemen sayap kanan, mengatakan bahwa perubahan ini bertujuan untuk menyeragamkan penggunaan istilah Yudea-Samaria dalam hukum Israel.

“Mengganti istilah Tepi Barat dengan Yudea-Samaria akan mencerminkan pengakuan hukum atas hak historis bangsa Yahudi atas tanah tersebut dan mengoreksi distorsi sejarah,” ujar Rothman, dikutip dari Matzav.

Keputusan ini menuai kecaman dari komunitas internasional, terutama Palestina dan negara-negara Arab, yang menganggapnya sebagai bagian dari upaya aneksasi wilayah Palestina.

Trump Ngotot Ingin Miliki Gaza, Ada Apa?

Mantan Presiden AS Donald Trump kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial terkait Jalur Gaza. Ia menyatakan bahwa AS harus membeli dan memiliki Gaza, sekaligus mengawasi proses rekonstruksinya.

“Saya berkomitmen untuk membeli dan memiliki Gaza. Untuk pembangunan kembali, mungkin kami akan menyerahkannya ke negara lain di Timur Tengah atau pihak lain di bawah pengawasan kami. Namun, kami ingin mengambil alihnya dan memastikan Hamas tidak kembali,” ujar Trump, dikutip dari Reuters.

Trump bahkan menyebut Gaza sebagai “situs real estate besar”, yang memicu reaksi keras dari Palestina dan negara-negara Arab. Banyak yang menganggap pernyataan ini sebagai bentuk arogansi politik dan pengabaian terhadap hak rakyat Palestina.

Netanyahu Sarankan Palestina Dipindahkan ke Arab Saudi, Dunia Arab Murka

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memicu kemarahan negara-negara Arab setelah mengusulkan agar Palestina mendirikan negara di Arab Saudi.

Dalam wawancara dengan Channel 14 Israel, Netanyahu berpendapat bahwa Arab Saudi memiliki cukup lahan untuk menampung warga Palestina yang ingin bernegara sendiri.

“Saudi bisa mendirikan negara Palestina di Arab Saudi, mereka punya banyak tanah di sana,” katanya, dikutip dari Anadolu Agency pada Minggu (9/2).

Pernyataan ini langsung memicu reaksi keras dari negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi, yang menolak gagasan tersebut. Mereka menegaskan bahwa Palestina berhak atas tanah mereka sendiri dan solusi yang diusulkan Netanyahu dianggap sebagai upaya untuk menghapus eksistensi Palestina dari peta dunia.

Dunia Memantau Perkembangan Palestina

Situasi di Palestina semakin kompleks dengan adanya berbagai usulan dan kebijakan yang kontroversial. Dunia internasional kini menanti langkah selanjutnya, apakah konflik ini akan semakin memanas atau ada solusi diplomatik yang dapat mengakhiri ketegangan.

Categories
Berita Internasional Home

Nawaf Salam Umumkan Kabinet Lebanon, 24 Menteri Akan Bantu Pemerintahan Baru

Setelah proses negosiasi politik yang penuh tantangan dan dinamika, Perdana Menteri Lebanon, Nawaf Salam, akhirnya mengumumkan susunan kabinet baru pada Sabtu (8/2) waktu setempat. Kabinet tersebut terdiri dari 24 menteri yang diharapkan akan bekerja bersama Salam dalam menghadapi tantangan besar, mulai dari pemulihan ekonomi yang terpuruk hingga pencapaian stabilitas politik di negara yang dilanda krisis ini.

Agenda Besar untuk Reformasi dan Pemulihan

Dalam pidato resminya setelah pengumuman kabinet, Salam menyatakan bahwa pemerintahannya akan mengusung agenda reformasi besar-besaran yang diharapkan dapat menyelamatkan Lebanon dari krisis yang telah berlangsung bertahun-tahun. Dia menekankan pentingnya untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang selama ini terpuruk akibat korupsi dan ketidakstabilan pemerintahan.

“Reformasi dan penyelamatan negara menjadi komitmen utama kami. Kami bertekad untuk mengembalikan kepercayaan internasional kepada Lebanon,” ungkap Salam dalam sebuah siaran televisi nasional, seperti yang dilaporkan oleh AFP.

Ke depan, Lebanon akan menghadapi sejumlah tugas berat, termasuk menerapkan kebijakan ekonomi yang lebih transparan guna menarik kembali investor asing serta memperoleh bantuan dari lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Dana Moneter Internasional (IMF). Selain itu, Salam juga harus memastikan agar gencatan senjata dengan Israel dan Hizbullah tetap terjaga agar stabilitas politik tetap terpelihara.

Respons Dunia Internasional: Dukungan dan Kekhawatiran

Pengumuman kabinet baru ini mendapat tanggapan beragam dari komunitas internasional. Kedutaan Besar Amerika Serikat di Beirut mengapresiasi langkah ini, dengan menekankan bahwa rakyat Lebanon berhak memiliki pemerintahan yang efektif dan mampu memberantas korupsi serta melakukan reformasi yang telah lama dinanti-nantikan.

Senada dengan itu, Duta Besar Uni Eropa untuk Lebanon, Sandra De Waele, juga memberikan dukungan terhadap komitmen Nawaf Salam dalam melaksanakan agenda reformasinya. Ia mengungkapkan bahwa langkah ini akan sangat menentukan bagi masa depan Lebanon yang telah terpuruk sejak krisis ekonomi pada 2019.

Namun, tak hanya dukungan yang diterima. Wakil Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Morgan Ortagus, menyampaikan kekhawatiran terkait keberadaan Hizbullah dalam kabinet yang baru ini. Ortagus menilai bahwa keterlibatan kelompok tersebut dalam pemerintahan bisa berpotensi merusak stabilitas politik Lebanon serta memengaruhi hubungan luar negeri negara tersebut.

Harapan untuk Masa Depan Lebanon yang Lebih Cerah

Lebanon telah lama terjerat dalam krisis politik dan pemerintahan yang berkepanjangan, bahkan mengalami kekosongan kepemimpinan selama lebih dari dua tahun sebelum akhirnya Joseph Aoun terpilih sebagai presiden. Dengan terbentuknya kabinet baru ini, muncul harapan baru bagi Lebanon untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi dan mencapai stabilitas politik yang sudah lama dinanti.

Koordinator Khusus PBB untuk Lebanon, Jeanine Hennis-Plasschaert, menyebut pembentukan kabinet ini sebagai langkah pertama yang penting menuju masa depan yang lebih cerah bagi Lebanon. Dengan janji reformasi dari Nawaf Salam, komunitas internasional berharap Lebanon dapat membangun kembali kepercayaan global dan mengatasi beragam tantangan yang masih membayangi negara ini.

Meski perjalanan pemulihan Lebanon masih panjang dan penuh rintangan, pembentukan kabinet baru ini memberi harapan segar bagi rakyat Lebanon yang sudah lama mendambakan perubahan nyata. Akankah Nawaf Salam mampu mengembalikan negara ini ke jalur yang benar dan mengakhiri krisis yang berkepanjangan? Semua itu akan terjawab seiring berjalannya waktu.

Categories
Berita Internasional Home

Donald Trump Siap Bangun Hubungan dengan Korea Utara, PM Jepang Ingatkan Ancaman Nuklir

Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menegaskan komitmennya untuk menjalin hubungan dengan Korea Utara dan pemimpinnya, Kim Jong Un. Dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, di Gedung Putih pada Jumat (7/2), Trump menekankan bahwa relasi baik dengan Kim merupakan aset penting bagi stabilitas kawasan dan dunia.

“Kami akan menjalin hubungan dengan Korea Utara, dengan Kim Jong Un,” ujar Trump. Ia juga menambahkan bahwa hubungan baik yang telah terjalin antara dirinya dan Kim bukanlah ancaman, melainkan hal positif yang dapat membuka peluang diplomasi lebih lanjut. “Saya dan Kim saling memahami, dan itu adalah sesuatu yang baik, bukan buruk,” lanjutnya.

Di sisi lain, PM Jepang Shigeru Ishiba menegaskan bahwa meskipun ada upaya diplomasi, program nuklir dan rudal balistik Korea Utara masih menjadi ancaman serius bagi Jepang, Amerika Serikat, dan kawasan sekitarnya. “Jepang dan AS akan bekerja sama untuk mencapai denuklirisasi penuh Korea Utara,” tegasnya, menggarisbawahi pentingnya pendekatan yang lebih tegas dalam menangani kebijakan Pyongyang.

Sebagai catatan sejarah, Trump menjadi Presiden AS pertama yang menginjakkan kaki di wilayah Korea Utara pada tahun 2019. Kunjungan bersejarah itu terjadi di zona demiliterisasi yang memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan. Pertemuan tersebut sempat meningkatkan harapan akan perundingan denuklirisasi, namun negosiasi pada akhirnya menemui jalan buntu.

Meskipun terdapat upaya untuk membangun hubungan lebih baik, Korea Utara tetap melanjutkan serangkaian uji coba rudal dan nuklir. Pada tahun 2023, Pyongyang bahkan mengklaim telah berhasil meluncurkan rudal balistik antarbenua berbahan bakar padat, menandai eskalasi baru dalam ketegangan di kawasan.

Dengan kondisi yang masih penuh ketidakpastian, dunia kini menunggu langkah berikutnya dalam hubungan AS, Jepang, dan Korea Utara di tengah tantangan diplomasi global.

Categories
Berita Internasional Home

Kebakaran Palisades & Eaton Hancurkan Los Angeles: Kerugian Capai Rp2.600 Triliun

Dua kebakaran hutan besar yang baru-baru ini melanda Los Angeles County diperkirakan menimbulkan kerugian properti dan ekonomi hingga 164 miliar dolar AS (setara Rp2.600 triliun), menurut laporan terbaru dari Universitas California Los Angeles (UCLA).

Laporan yang dirilis Selasa (4/2) ini mengungkap bahwa kebakaran Palisades dan Eaton menyebabkan total kerugian antara 95 miliar hingga 164 miliar dolar AS. Dari jumlah tersebut, sekitar 75 miliar dolar AS merupakan nilai kerugian yang telah diasuransikan.

Studi yang dilakukan oleh ekonom dari Anderson Forecast UCLA, Zhiyun Li dan William Yu, memperkirakan dampak ekonomi signifikan, termasuk penurunan produk domestik bruto (PDB) Los Angeles County sebesar 0,48 persen pada 2025, yang setara dengan 4,6 miliar dolar AS. Selain itu, bisnis dan pekerja lokal di wilayah terdampak diperkirakan mengalami total kehilangan upah hingga 297 juta dolar AS.

Laporan tersebut juga memperingatkan bahwa tanpa investasi dan langkah mitigasi kebakaran hutan yang lebih serius, warga California akan menghadapi lonjakan premi asuransi serta meningkatnya risiko kesehatan akibat polusi asap. Tak hanya itu, harga properti di Los Angeles, khususnya unit sewaan, juga diprediksi semakin tidak terjangkau.

Los Angeles County, yang merupakan county terpadat di AS, mengalami salah satu kebakaran hutan paling mematikan dalam sejarahnya bulan lalu. Kebakaran Palisades dan Eaton telah merenggut sedikitnya 28 nyawa dan menghancurkan lebih dari 16.000 bangunan. Kebakaran tersebut masing-masing menghanguskan lebih dari 95,9 kilometer persegi dan 56,7 kilometer persegi lahan.

Categories
Berita Internasional Home

Rusia Soroti Keputusan Trump Tutup USAID: Isyarat Campur Tangan AS ke Negara Lain

Keputusan mengejutkan datang dari pemerintahan Donald Trump yang secara resmi membubarkan Lembaga Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Langkah ini mendapat respons positif dari Rusia, yang sejak lama menilai USAID sebagai alat intervensi politik global.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyatakan bahwa pembubaran USAID merupakan keputusan yang tepat, mengingat peran badan tersebut dalam urusan politik negara lain.

“USAID bukanlah lembaga bantuan dan pembangunan, melainkan alat untuk mencampuri urusan dalam negeri negara lain, mengubah rezim, dan mengutak-atik tatanan politik,” ujar Zakharova, dikutip dari The Moscow Times.

Zakharova juga menegaskan bahwa Rusia telah lama menganggap USAID sebagai perpanjangan tangan kepentingan politik AS, bukan sekadar lembaga yang bergerak di bidang kemanusiaan.

USAID dan Tuduhan Sebagai Alat Soft Power Amerika

Sejak lama, USAID dipandang sebagai instrumen soft power bagi Amerika Serikat untuk memperluas pengaruhnya di dunia. Bahkan, pada tahun 2012, Rusia sempat mengusir lembaga ini dengan tuduhan terlibat dalam upaya destabilisasi politik, terutama di negara-negara bekas Uni Soviet yang sedang bertransisi menuju demokrasi.

USAID sering dituding terlibat dalam mendanai kelompok pro-demokrasi di berbagai negara, yang oleh beberapa pemerintah dianggap sebagai bentuk intervensi politik terselubung.

Keputusan Trump dan Tudingan dari Elon Musk

Keputusan untuk membubarkan USAID diumumkan oleh Elon Musk, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah AS (DOGE) pada Senin (3/2).

Trump juga membekukan semua bentuk bantuan luar negeri selama tiga bulan ke depan, dengan alasan bahwa banyak program tersebut tidak lagi selaras dengan kepentingan Amerika Serikat.

Musk bahkan melontarkan sejumlah tuduhan kontroversial terhadap USAID, menyebutnya sebagai “organisasi kriminal”, “sarang penganut ideologi Marxis-Kiri”, hingga “pendukung senjata biologi”.

Trump pun ikut memperkeruh suasana dengan menyebut lembaga tersebut “dijalankan oleh sekelompok orang gila radikal.”

Nasib USAID dan Dampaknya ke Depan

USAID selama ini mengelola anggaran sebesar $42,8 miliar (sekitar Rp704 triliun) untuk mendanai berbagai program bantuan kemanusiaan dan pembangunan di seluruh dunia.

Namun, akibat kebijakan ini, ribuan pegawai USAID telah kehilangan pekerjaan, sementara tugas lembaga tersebut nantinya akan dialihkan ke Kementerian Luar Negeri AS.

Langkah drastis ini memicu perdebatan global, dengan banyak pihak mempertanyakan apakah keputusan Trump benar-benar akan menguntungkan Amerika Serikat dalam jangka panjang atau justru merugikan citra negara itu di dunia internasional.

Apakah Ini Akhir dari Diplomasi Bantuan AS?

Dengan pembubaran USAID, masa depan diplomasi bantuan luar negeri Amerika Serikat kini berada dalam ketidakpastian. Beberapa pihak mendukung langkah ini sebagai upaya efisiensi anggaran dan menghindari intervensi yang tidak perlu, sementara yang lain khawatir bahwa kebijakan ini akan mengikis pengaruh AS di berbagai negara yang selama ini bergantung pada bantuan tersebut.

Bagaimana menurut Anda? Apakah ini langkah yang tepat atau justru merugikan citra Amerika di dunia?

Categories
Berita Internasional Home

Klaim Bebas Biaya AS di Terusan Panama Dibantah, Ketegangan Baru Muncul

Amerika Serikat mengklaim bahwa kapal-kapal pemerintahnya kini dapat melintasi Terusan Panama tanpa dikenakan biaya, sebuah kebijakan yang disebut dapat menghemat jutaan dolar bagi pemerintah AS setiap tahunnya. Pernyataan ini disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri AS melalui akun resmi X pada Rabu (5/2).

Menurut pernyataan tersebut, pemerintah Panama telah menyetujui kebijakan tersebut, dan memungkinkan kapal-kapal pemerintah AS melintas tanpa biaya. Keputusan ini diambil hanya beberapa hari setelah Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengunjungi Panama dalam lawatan pertamanya ke Amerika Tengah dan Karibia.

Namun, klaim ini segera mendapat bantahan dari Otoritas Terusan Panama (ACP) pada Kamis (6/2). Dalam pernyataan resminya, ACP menegaskan bahwa mereka memiliki kewenangan eksklusif dalam menetapkan tarif tol dan biaya lainnya, serta tidak ada perubahan atau pengecualian biaya untuk kapal pemerintah AS.

ACP juga menyatakan bahwa keterbukaannya untuk berunding dengan AS mengenai transit kapal-kapal militer, tetapi menegaskan bahwa belum ada kesepakatan resmi terkait pembebasan biaya yang diklaim oleh Washington.

Ketegangan semakin meningkat setelah pertemuan antara Rubio dan Presiden Panama, José Raúl Mulino, serta Menteri Luar Negeri Javier Martínez-Acha pada Minggu (2/2). Dalam pertemuan tersebut, Rubio mendorong Panama untuk mengurangi pengaruh China di sekitar Terusan Panama, memperingatkan bahwa pemerintahan Trump akan mengambil “langkah-langkah yang diperlukan” jika Panama gagal melakukannya.

Categories
Berita Internasional Home

IOM Hentikan Kegiatan di Republik Demokratik Kongo Akibat Penghentian Sementara USAID

Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) terpaksa menghentikan operasionalnya di Republik Demokratik Kongo (DRC) akibat dampak dari penghentian sementara aktivitas Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Keputusan ini memengaruhi banyak mitra PBB lainnya yang juga terhenti kegiatannya.

Pernyataan ini disampaikan oleh Vivian van de Perre, Wakil Kepala Misi Stabilisasi PBB di DRC (MONUSCO), pada sesi pengarahan PBB yang diadakan pada Rabu, 5 Februari 2025. “Saya baru saja diberitahu bahwa banyak mitra kami, termasuk IOM yang merupakan mitra utama, harus menghentikan operasional mereka akibat penghentian kegiatan USAID,” ujar Perre.

Langkah ini merupakan dampak dari perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh Presiden AS Donald Trump pada 20 Januari 2025, yang menangguhkan seluruh bantuan luar negeri selama 90 hari. Langkah ini diambil sebagai bagian dari peninjauan ulang komitmen keuangan AS di luar negeri sesuai dengan kebijakan “America First” yang digagas oleh pemerintahannya.

Pada 3 Februari, Presiden Trump menunjuk Menteri Luar Negeri Marco Rubio untuk memimpin USAID secara sementara. Rubio kemudian menginformasikan Kongres AS bahwa sedang dilakukan evaluasi terhadap aktivitas bantuan luar negeri yang kemungkinan akan berujung pada reorganisasi. Saat ini, situs resmi USAID menginformasikan bahwa seluruh pegawai tetap akan mendapatkan cuti administratif mulai 7 Februari, kecuali mereka yang bertanggung jawab atas program yang sangat penting dan mendesak.

Sementara itu, miliarder Elon Musk yang memimpin Departemen Efisiensi Pemerintahan AS (DOGE) menyatakan bahwa Trump telah menyetujui pembubaran USAID, menyebut badan tersebut sebagai “organisasi kriminal” yang harus dihapuskan.