Categories
Berita Internasional Home

Warga Palestina Tegaskan Penolakan Terhadap Usulan Trump Mengenai Gaza

Warga Palestina dengan tegas menolak usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait “kepemilikan jangka panjang” atas wilayah Gaza. Dalam konferensi pers pada Selasa (5/2/2025) di Gedung Putih bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump mengusulkan ide kontroversial ini setelah sebelumnya mengusulkan pemindahan penduduk Gaza ke Yordania dan Mesir.

“Kami hanya punya satu pilihan: hidup atau mati di sini,” ungkap Ahmed Halasa (41), seorang warga Gaza, yang berdiri di dekat reruntuhan bangunan yang hancur akibat serangan. Meskipun sebagian besar wilayah utara Gaza hancur, ratusan ribu warga Gaza kembali ke rumah mereka sejak akhir Januari setelah gencatan senjata yang rapuh mengakhiri lebih dari 15 bulan konflik antara Israel dan Hamas. “Kami kembali meskipun banyak kerusakan dan kekurangan infrastruktur serta kebutuhan dasar,” kata Ahmed al-Minawi (24), yang kembali bersama keluarganya. Mereka dengan tegas menolak segala bentuk pemindahan. “Mereka bisa melakukan apa pun, tetapi kami akan tetap di tanah air kami,” tambah Halasa.

Bagian utara Gaza, termasuk Kota Gaza, sangat terpukul oleh pertempuran selama perang, dengan banyak warga yang rumahnya hancur mendirikan tenda untuk tinggal di dekat reruntuhan. Badri Akram (36) mengatakan, meskipun rumahnya hancur, dia tetap memilih untuk tinggal di reruntuhan rumahnya daripada mengikuti saran Trump untuk meninggalkan Gaza.

Trump juga mengusulkan pembangunan “Riviera Timur Tengah” di Gaza, namun bagi warga Palestina, kekhawatiran terbesar adalah kemungkinan pengusiran, yang mengingatkan mereka pada “Nakba”, pengusiran massal warga Palestina pada tahun 1948. “Kami telah memerangi pengusiran sejak 1948,” kata Minawi. Menurut data dari Program Pangan Dunia PBB, sekitar 500.000 orang telah kembali ke utara Gaza dalam beberapa hari terakhir. Di Tepi Barat yang diduduki Israel, warga Palestina juga mengekspresikan kemarahan yang sama terkait pembicaraan penggusuran. “Kami tidak akan meninggalkan tanah kami, bahkan jika mereka membawa semua tank di dunia,” kata Umm Muhammad al-Baytar dari Ramallah.

Categories
Berita Internasional Home

Pangeran Arab Saudi Sebut Rencana Trump di Gaza sebagai Pembersihan Etnis

Pangeran Turki al-Faisal, anggota senior keluarga kerajaan Arab Saudi, dengan tegas mengecam rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terkait pengambilalihan Jalur Gaza, Palestina. Turki al-Faisal, yang juga mantan kepala dinas intelijen Arab Saudi, menggambarkan ide Trump tersebut sebagai upaya pembersihan etnis yang tidak dapat diterima oleh komunitas internasional. “Apa yang diungkapkan Trump sangat sulit diterima. Saya merasa tidak pantas menambahkan komentar lebih lanjut, namun tidak ada cara untuk membenarkan pembersihan etnis di abad ke-21,” ujar Pangeran Turki al-Faisal.

Kritik ini muncul setelah Trump, dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa malam, mengungkapkan pandangannya tentang Gaza. Trump menyarankan bahwa wilayah tersebut sebaiknya dihancurkan dan mengusulkan agar warga Palestina yang tinggal di Gaza dipindahkan ke berbagai negara untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Selain itu, Trump juga mengisyaratkan kemungkinan pengerahan pasukan AS jika situasi memburuk. Sementara itu, Netanyahu menyambut baik rencana tersebut, yang segera menuai kecaman dari berbagai pihak internasional, termasuk Arab Saudi.

Pangeran Turki al-Faisal menegaskan bahwa akar masalah Palestina bukanlah pada rakyatnya, melainkan pada pendudukan Israel yang sudah berlangsung lama. “Ini adalah pendudukan oleh Israel, dan hal ini sudah jelas diakui oleh dunia,” katanya. Meskipun AS dan Israel berharap untuk mempererat hubungan dengan Arab Saudi, Riyadh tetap teguh pada prinsipnya bahwa hubungan diplomatik tidak akan terjalin tanpa adanya negara Palestina dengan perbatasan 1967 dan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Menanggapi tawaran Trump untuk mengunjungi Riyadh jika Arab Saudi berinvestasi lebih banyak di AS, Pangeran Turki al-Faisal berpendapat bahwa jika Trump benar-benar datang, ia akan menerima teguran keras dari para pemimpin Arab. “Jika dia datang ke sini, dia akan mendengar kritik tajam tentang kebijakan yang ia usulkan, yang justru akan memperburuk keadaan, menciptakan lebih banyak konflik dan pertumpahan darah,” tambahnya.

Pangeran Turki juga mengkritik keras Itamar Ben-Gvir, Menteri Keamanan Nasional Israel, yang disebutnya sebagai “pembersih etnis terbesar di Palestina.” Ben-Gvir, yang selama ini mendukung pemindahan warga Palestina, kini mendukung pandangan Trump, yang menurut Pangeran Turki, tidak dapat dibenarkan.

Pangeran Turki al-Faisal mengantisipasi adanya tindakan kolektif dari negara-negara Arab, Muslim, Eropa, dan pihak lain yang mendukung solusi dua negara, yang akan mendesak PBB untuk mengambil langkah terhadap rencana Trump. Meskipun hak veto AS di PBB bisa menghambat resolusi, Pangeran Turki berharap dunia akan bersatu menentang ide tersebut. “Ini adalah upaya pembersihan etnis yang gila, dan dunia harus menunjukkan bahwa hal ini tidak bisa diterima,” ujarnya.

Categories
Berita Internasional Home

Pemakzulan Sara Duterte Gegerkan Filipina, Ini Alasan Utamanya

Dunia politik Filipina kembali bergejolak setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan pemakzulan Wakil Presiden Sara Duterte pada Rabu (5/2). Keputusan ini diambil setelah sebanyak 215 anggota DPR memberikan suara setuju terhadap mosi pemakzulan, jauh melampaui ambang batas yang diperlukan.

Ketua DPR Filipina, Martin Romualdez, mengonfirmasi bahwa pemakzulan ini telah disetujui dan kini tinggal menunggu keputusan akhir dari Senat Filipina. Untuk mencopot Sara Duterte dari jabatannya, setidaknya dua pertiga dari total 24 senator harus memberikan suara mendukung pemakzulan tersebut.

Alasan Pemakzulan Sara Duterte

Mosi pemakzulan yang diajukan DPR Filipina terhadap Sara Duterte didasarkan pada enam tuduhan utama, yang mencakup dugaan pelanggaran terhadap Konstitusi 1987, Undang-Undang Anti Korupsi dan Praktik Korupsi, serta berbagai peraturan lainnya.

Beberapa tuduhan yang paling serius di antaranya adalah:

  1. Dugaan Konspirasi Pembunuhan Presiden
    Salah satu tuduhan paling mengejutkan adalah dugaan bahwa Sara Duterte merencanakan pembunuhan terhadap Presiden Ferdinand Marcos Jr., Ibu Negara Liza Araneta-Marcos, dan Ketua DPR Martin Romualdez. Pernyataannya yang menyebut bahwa ia “membayangkan” memenggal kepala presiden memicu kekhawatiran besar terkait keamanan nasional.
  2. Penyalahgunaan Dana Publik
    Sara Duterte dituduh mencairkan dan menggunakan dana rahasia senilai 612,5 juta peso Filipina (sekitar Rp172 miliar) secara ilegal selama menjabat sebagai Wakil Presiden dan Menteri Pendidikan. DPR menilai pengelolaan dana tersebut dilakukan tanpa transparansi dan melanggar regulasi keuangan negara.
  3. Skandal Suap dan Manipulasi Keuangan
    Wakil Presiden Filipina ini juga diduga terlibat dalam praktik suap dan manipulasi anggaran di Kementerian Pendidikan, di mana ia disebut menyetujui pemberian hadiah uang tunai dan suap kepada pejabat yang menangani proses pengadaan barang dan jasa.
  4. Tidak Melaporkan Aset dan Kekayaan
    DPR menuduh Sara Duterte tidak melaporkan seluruh aset dan sumber pendapatannya selama menjabat sebagai pejabat publik. Tercatat, kekayaan bersihnya mengalami lonjakan hingga empat kali lipat dalam kurun waktu 2007 hingga 2017.
  5. Kaitan dengan Davao Death Squad (DDS)
    Selain kasus-kasus keuangan, Sara Duterte juga diduga memiliki keterlibatan dengan kelompok Davao Death Squad (DDS)—sebuah organisasi yang dikenal melakukan eksekusi di luar hukum saat ia menjabat sebagai Wali Kota Davao City.
  6. Serangkaian Aksi Politik Kontroversial
    Beberapa tindakan politik yang dilakukan oleh Sara Duterte juga menjadi bahan pemakzulan, termasuk:
    • Memboikot pidato kenegaraan dengan menyatakan dirinya sebagai “calon korban selamat”.
    • Memimpin demonstrasi menuntut pengunduran diri Presiden Marcos Jr.
    • Mendukung pendeta buron Apollo Quiboloy yang tengah dicari karena kasus pelecehan.
    • Menghalangi investigasi Kongres terkait berbagai dugaan pelanggaran yang menyeret namanya.
    • Mengancam melakukan kekerasan fisik terhadap Presiden, Ibu Negara, dan Ketua DPR.

Langkah Selanjutnya: Menunggu Putusan Senat

Dengan telah disahkannya pemakzulan oleh DPR, kini keputusan akhir berada di tangan Senat Filipina. Jika setidaknya 16 dari 24 senator memberikan suara mendukung pemakzulan, maka Sara Duterte akan resmi diberhentikan dari jabatannya dan dilarang kembali menduduki posisi politik.

Namun, proses ini kemungkinan tidak akan berlangsung dalam waktu dekat. Presiden Senat Filipina, Francis Escudero, menyatakan bahwa Senat baru akan menangani kasus pemakzulan ini setelah Kongres kembali bersidang pada bulan Juni pasca pemilu paruh waktu.

Dampak Pemakzulan bagi Politik Filipina

Pemakzulan ini memperlihatkan semakin tajamnya persaingan politik antara klan Duterte dan Presiden Marcos Jr.. Meskipun Marcos menegaskan bahwa ia tidak mendukung pemakzulan Sara Duterte, banyak sekutunya di DPR yang justru memberikan dukungan penuh terhadap langkah ini.

Sementara itu, keluarga Duterte, termasuk Paolo Duterte (anggota DPR sekaligus saudara Sara Duterte), mengecam pemakzulan ini sebagai upaya politik untuk menghancurkan reputasi mereka.

Jika Senat Filipina mengesahkan pemakzulan ini, Sara Duterte akan menjadi pejabat tertinggi kedua dalam sejarah Filipina yang dicopot dari jabatannya setelah mantan Presiden Joseph Estrada pada tahun 2000. Selain kehilangan jabatannya, ia juga berisiko dilarang seumur hidup untuk terlibat dalam politik Filipina.

Kasus ini akan menjadi ujian besar bagi sistem demokrasi Filipina, sekaligus menandai tantangan besar bagi dinasti politik Duterte yang selama ini dikenal memiliki pengaruh besar di negara tersebut.

Kesimpulan

Pemakzulan Sara Duterte menambah daftar panjang dinamika politik di Filipina yang kerap diwarnai konflik antar elite. Dengan tuduhan serius yang mengarah kepadanya, masa depan politik Sara kini bergantung pada keputusan Senat dalam beberapa bulan ke depan. Apakah ia akan benar-benar dicopot, atau justru mampu bertahan dari badai politik ini? Jawabannya masih dinanti.

Categories
Berita Internasional Home

Usulan Relokasi Palestina oleh Trump Dikecam Sebagai Wacana Tak Bermoral, PBB Tuntut Tindakan Internasional

Rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk memindahkan warga Palestina keluar dari Jalur Gaza dan menguasai wilayah tersebut mendapat kecaman keras. Pelapor Khusus PBB untuk Palestina, Francesca Albanese, menilai usulan tersebut sebagai “tak bermoral” dan memperburuk situasi yang sudah tegang di kawasan.

Dalam konferensi pers di Kopenhagen, Denmark, Albanese mengecam wacana Trump yang dinilai sebagai langkah provokatif yang dapat memicu pengusiran paksa, yang menurutnya merupakan kejahatan internasional. Ia menambahkan bahwa rencana tersebut bertentangan dengan hukum dan sangat tidak bertanggung jawab.

Albanese juga menanggapi pandangan yang menyebutkan bahwa insentif ekonomi dapat menjadi solusi bagi konflik Timur Tengah yang telah berlangsung lama. Ia mengingatkan bahwa meskipun pembangunan ekonomi penting, hak-hak dasar rakyat Palestina tidak boleh dikorbankan dalam proses tersebut. “Perdamaian yang dibangun hanya dengan pembangunan ekonomi adalah harapan kosong yang tidak akan membawa perubahan nyata,” katanya. Menurutnya, satu-satunya cara untuk menghentikan kekerasan adalah dengan memberikan kesempatan bagi perdamaian melalui kebebasan.

Trump sebelumnya mengusulkan bahwa AS akan mengambil alih Gaza, meratakan wilayah tersebut, dan merelokasi warga Palestina ke tempat lain. Ia berencana untuk membangun kembali Gaza dengan harapan dapat mengubahnya menjadi “Riviera di Timur Tengah”. Namun, usulan tersebut menuai kecaman keras dari sejumlah negara, termasuk Turki, Yordania, Mesir, dan negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis, serta Jerman.

Categories
Berita Internasional Home

Bertemu Netanyahu, Trump Sebut AS akan Ambil Alih Jalur Gaza

Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan bahwa AS berencana untuk mengambil alih Jalur Gaza dan melakukan rekonstruksi besar-besaran di wilayah tersebut. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers usai pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Selasa (4/2).

“Amerika Serikat akan mengambil alih Gaza dan kami akan bekerja di sana,” ujar Trump sambil berdiri di samping Netanyahu.

Trump menegaskan bahwa Washington akan bertanggung jawab dalam membersihkan wilayah tersebut dari bom yang belum meledak dan menghancurkan seluruh persenjataan yang masih ada. Selain itu, ia juga berencana untuk meratakan bangunan yang hancur serta membangun kembali infrastruktur di wilayah tersebut.

Rencana Pembangunan dan Relokasi Penduduk Gaza

Dalam pernyataannya, Trump juga mengungkapkan bahwa AS berencana membangun kembali perekonomian Gaza, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan dan perumahan dalam jumlah besar bagi penduduk yang terdampak konflik.

Pertemuan antara Trump dan Netanyahu berlangsung di Gedung Putih dengan agenda utama membahas masa depan Gaza, termasuk potensi gencatan senjata serta rencana relokasi penduduk Palestina.

Diskusi ini berlangsung di tengah negosiasi fase kedua gencatan senjata antara Israel dan Hamas, yang hingga kini masih dalam pembicaraan.

Kontroversi Soal Relokasi Warga Palestina

Salah satu poin yang dibahas dalam pertemuan ini adalah wacana pemindahan warga Gaza ke negara-negara Timur Tengah lainnya, seperti Mesir dan Yordania.

Trump sebelumnya telah beberapa kali menyatakan keinginannya agar warga Gaza direlokasi, tetapi usulan ini mendapat penolakan keras dari berbagai pihak. Mesir dan Yordania secara resmi menolak gagasan tersebut, sementara Otoritas Palestina mengecamnya sebagai upaya pengusiran paksa rakyat Palestina dari tanah mereka sendiri.

Pernyataan Trump ini diprediksi akan memicu reaksi tajam di dunia internasional, terutama dari negara-negara Arab dan kelompok pro-Palestina yang menilai rencana ini dapat memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza.

Dengan situasi yang masih penuh ketidakpastian, dunia kini menunggu bagaimana reaksi dari pihak-pihak terkait, terutama setelah pernyataan kontroversial Trump mengenai ambisi Amerika untuk mengendalikan Gaza.

Categories
Berita Internasional Home

Trump Serukan Relokasi Warga Gaza, Picu Pro dan Kontra

Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengusulkan agar warga Palestina yang mengungsi dari Gaza dipindahkan ke wilayah lain yang lebih layak huni, seperti Mesir atau Yordania. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di Ruang Oval pada Selasa (4/2), hanya beberapa jam sebelum pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Gedung Putih.

Trump berpendapat bahwa Gaza telah hancur akibat serangan militer Israel selama lebih dari setahun, sehingga menurutnya, relokasi adalah solusi terbaik bagi warga Palestina.

“Saya memiliki pandangan yang berbeda tentang Gaza dibanding banyak orang. Saya pikir mereka seharusnya mendapatkan tanah yang lebih baik, lebih segar, dan lebih layak huni. Kita bisa meminta beberapa pihak untuk menginvestasikan dana guna membangun tempat yang benar-benar nyaman bagi mereka,” ujar Trump.

Menurutnya, jika ada wilayah yang tepat, dengan dukungan dana yang cukup, maka relokasi akan menjadi solusi yang lebih baik dibanding kembali ke Gaza, yang ia sebut sebagai “situs pembongkaran yang tidak layak huni”.

Mesir dan Yordania Tolak Rencana Relokasi

Trump menyebut bahwa relokasi warga Gaza bisa dilakukan di Mesir atau Yordania, atau di wilayah lain yang dapat dijadikan tempat tinggal yang lebih aman dan layak. Namun, hingga saat ini, baik Mesir maupun Yordania telah berulang kali menolak gagasan untuk menampung lebih banyak pengungsi Palestina.

Gaza sendiri saat ini dihuni oleh lebih dari 2,1 juta orang dalam wilayah seluas 141 mil persegi, menjadikannya salah satu daerah dengan kepadatan penduduk tertinggi di dunia.

Berdasarkan Perjanjian Oslo 1993, baik Gaza maupun Tepi Barat seharusnya menjadi bagian dari negara Palestina di masa depan. Namun, konflik berkepanjangan membuat proses perdamaian yang dipimpin AS terhenti selama beberapa dekade.

Potensi Kontroversi di Dunia Internasional

Mengusir paksa warga Gaza dari tanah mereka dapat dianggap sebagai pembersihan etnis menurut hukum internasional. Namun, Trump bersikeras bahwa penduduk Gaza akan lebih memilih meninggalkan wilayah tersebut jika mereka memiliki pilihan yang lebih baik.

“Mereka saat ini tidak punya pilihan. Apa yang bisa mereka lakukan? Mereka harus kembali ke Gaza. Tetapi jika ada alternatif yang lebih baik, saya yakin mereka lebih memilih untuk pergi,” tegas Trump.

Saat berdiri di samping Netanyahu dalam konferensi pers, Trump menegaskan kembali pernyataannya bahwa warga Gaza sebaiknya tidak kembali ke wilayah yang sudah hancur.

“Mereka hidup seperti di neraka. Gaza bukan tempat layak huni. Satu-satunya alasan mereka ingin kembali adalah karena mereka tidak memiliki alternatif lain,” katanya.

Trump juga mengklaim bahwa jika dirinya yang meminta, Mesir dan Yordania tidak akan menolak permintaan untuk menampung pengungsi Palestina, berbeda dengan jika permintaan itu datang dari Presiden Joe Biden atau pemimpin lainnya.

“Saya tidak yakin mereka akan mengatakan ‘tidak’ kepada saya. Tapi mereka pasti akan menolak Biden atau orang lain,” ucapnya.

Pernyataan Trump ini berpotensi memicu reaksi keras di dunia internasional, terutama dari negara-negara Arab dan kelompok pro-Palestina yang menolak gagasan relokasi paksa. Sementara itu, Israel dan Palestina masih dalam proses negosiasi terkait gencatan senjata dan masa depan Gaza.

Categories
Berita Internasional Home

Misi Chang’e-7: Misi Ambisius China untuk Eksplorasi Kutub Selatan Bulan dan Pencarian Es Air

Misi Chang’e-7 yang direncanakan oleh China untuk diluncurkan pada 2026 bertujuan untuk mengeksplorasi kutub selatan Bulan. Fokus utama dari misi ini adalah pencarian es air di kawah-kawah yang terletak dalam kegelapan abadi serta pengujian berbagai teknologi canggih yang dapat digunakan untuk misi eksplorasi masa depan.

Wahana Chang’e-7 akan dilengkapi dengan hopper (wahana peloncat) dan alat analisis molekul air, yang akan membantu dalam memverifikasi keberadaan dan distribusi es air di Bulan. Keberadaan es air di Bulan dapat menjadi sumber daya penting untuk mendukung kehidupan manusia di Bulan dan masa depan eksplorasi ke planet lain, termasuk Mars.

Misi ini akan melanjutkan jejak misi-misi sebelumnya, seperti Chang’e-3 dan Chang’e-5 yang mendarat di sisi dekat Bulan, dan Chang’e-4 serta Chang’e-6 yang berhasil melakukan pendaratan bersejarah di sisi jauh Bulan. Chang’e-7 akan menguji kemampuan wahana untuk mencapai lokasi-lokasi yang lebih ekstrem, khususnya di daerah kutub selatan yang penuh tantangan.

Jika es air ditemukan, misi ini akan membuka potensi bagi pembangunan pangkalan manusia di Bulan serta memfasilitasi misi antariksa jangka panjang, mengurangi ketergantungan pada pengiriman air dari Bumi.

Chang’e-7 dilengkapi dengan wahana pengorbit, wahana pendarat, rover, dan hopper yang dapat mengatasi tantangan ekstrem di permukaan Bulan, seperti suhu di bawah -100°C dan medan yang sulit. Teknologi terbaru yang digunakan termasuk navigasi citra tengara dan sistem penyerapan guncangan untuk memastikan pendaratan yang aman.

Misi ini saat ini sedang memasuki fase perakitan dan pengujian akhir, dan akan mengoptimalkan panel surya yang dirancang untuk menangkap sinar matahari di kutub Bulan.

Categories
Berita Internasional Berita Nasional Home

Kemlu: Tidak Ada Komunikasi Resmi dengan Hamas Terkait Tahanan Palestina

Kelompok Hamas baru-baru ini mengungkapkan bahwa mereka telah berkomunikasi dengan beberapa negara, termasuk Indonesia, mengenai kemungkinan penampungan bagi para tahanan Palestina yang dibebaskan oleh Israel. Namun, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) memberikan klarifikasi bahwa hingga saat ini, belum ada komunikasi resmi terkait masalah ini.

Kemlu RI menegaskan, “Hingga saat ini, tidak ada komunikasi resmi melalui jalur diplomatik antara Indonesia dan pihak terkait mengenai isu tersebut.” Mereka juga menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia terus berkomunikasi dengan Palestinian National Authority (PNA), yang memegang otoritas pemerintahan Palestina.

Sebelumnya, terdapat laporan yang menyebutkan bahwa Pakistan merupakan salah satu dari empat negara yang telah setuju untuk menampung para tahanan Palestina yang dibebaskan melalui proses pertukaran sandera. Negara-negara lain yang dilaporkan siap menampung adalah Turki, Qatar, dan Malaysia. Namun, Kemlu RI mengonfirmasi bahwa Indonesia belum mengambil langkah terkait penampungan tersebut.

Kesepakatan gencatan senjata enam minggu yang mengakhiri perang selama 15 bulan antara Israel dan Hamas termasuk pengembalian pengungsi Palestina ke Gaza utara dan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Gaza tengah. Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, Hamas berjanji untuk membebaskan 33 sandera Israel, yang mencakup wanita, anak-anak, dan pria di atas 50 tahun, sementara Israel setuju membebaskan 30 tahanan Palestina untuk setiap sandera sipil dan 50 tahanan Palestina untuk setiap tentara wanita Israel yang dibebaskan.

Proses pembebasan tahanan ini sudah dimulai, dengan 99 orang telah dideportasi ke Mesir, sementara 263 tahanan lainnya diperkirakan akan dibebaskan dalam tahap selanjutnya. Selain itu, laporan dari kantor berita Palestina Quds Press menyebutkan bahwa 15 tahanan Palestina telah tiba di Turki pada Selasa (4/2/2025) setelah sebelumnya dideportasi dari Kairo, Mesir.

Perhatian publik Indonesia kini tertuju pada perkembangan lebih lanjut terkait keterlibatan negara dalam penampungan tahanan Palestina, meskipun Kemlu RI menegaskan bahwa keputusan resmi terkait masalah ini belum diambil.

Categories
Berita Internasional Berita Nasional Home

Indonesia Diminta Hamas Tampung Tahanan Palestina Setelah Pembebasan oleh Israel

Hamas dilaporkan tengah melobi sejumlah negara, termasuk Indonesia, untuk bersedia menampung para tahanan Palestina yang dibebaskan Israel dalam rangka kesepakatan gencatan senjata yang dicapai di Gaza. Menurut laporan kantor berita Palestina, Quds Press, yang dekat dengan Hamas, Pakistan telah menjadi salah satu negara yang setuju untuk menerima tahanan Palestina, sementara negara-negara lain yang telah menyatakan persetujuannya termasuk Turki, Qatar, dan Malaysia.

Kesepakatan Gencatan Senjata yang Berdampak pada Tahanan Palestina

Gencatan senjata yang berlangsung selama enam minggu ini mengakhiri perang yang sudah berlangsung lebih dari 15 bulan antara Israel dan Hamas. Salah satu bagian utama dari kesepakatan ini adalah Hamas berkomitmen untuk membebaskan 33 sandera Israel, termasuk wanita, anak-anak, dan pria berusia lebih dari 50 tahun. Sebagai imbalannya, Israel setuju untuk membebaskan 30 tahanan Palestina untuk setiap sandera sipil Israel yang dibebaskan, serta 50 tahanan Palestina untuk setiap tentara wanita Israel yang dibebaskan oleh Hamas.

Selama proses pembebasan ini, 99 tahanan Palestina yang sudah dibebaskan oleh Israel telah dipindahkan ke Mesir, sementara 263 tahanan lainnya diharapkan akan dibebaskan setelah selesainya tahap pertama. Pada hari Selasa, 15 tahanan Palestina dijadwalkan akan tiba di Turki setelah dipindahkan dari ibu kota Mesir, Kairo.

Negosiasi dengan Negara Lain untuk Menampung Tahanan Palestina

Hamas juga sedang dalam pembicaraan dengan negara-negara lain seperti Aljazair dan Indonesia untuk menampung sisa tahanan Palestina yang dibebaskan. Meski demikian, Tunisia sejauh ini telah menolak untuk menjadi negara penampung, sementara Indonesia belum memberikan komentar resmi terkait hal ini. Laporan ini muncul di tengah perundingan mengenai tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata, yang bertujuan untuk membebaskan sandera Israel yang tersisa dan menarik pasukan Israel secara penuh dari Gaza.

Perang yang Menghancurkan dan Dampaknya

Perang yang berlangsung sejak Oktober 2023 ini dimulai setelah serangan besar-besaran dari Hamas terhadap Israel, yang mengakibatkan sekitar 1.200 warga Israel tewas dan 251 orang lainnya dibawa sebagai sandera ke Gaza. Serangan tersebut memicu serangan balasan militer dari Israel yang menewaskan lebih dari 47.000 warga Palestina, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Palestina yang dikelola oleh Hamas. Kerusakan besar juga terjadi di Gaza, dengan ribuan bangunan, rumah, sekolah, dan rumah sakit hancur akibat pengeboman yang tiada henti dari pasukan Israel.

Perundingan yang tengah berlangsung ini menjadi bagian penting dari upaya untuk mengakhiri kekerasan yang telah menghancurkan Gaza dan menciptakan ketegangan yang semakin meningkat di kawasan Timur Tengah.

Categories
Berita Internasional Home

Penembakan WNI di Malaysia: Polisi Selangor Tahan Tersangka, KBRI Siap Kawal Proses Hukum

Pada 1 Februari kemarin, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia (RI) mengumumkan bahwa pihak Polis Diraja Malaysia (PDRM) di Selangor telah menangkap seorang Warga Negara Indonesia (WNI) terkait insiden penembakan WNI yang terjadi di Malaysia pada 24 Januari lalu. WNI tersebut diketahui memasuki Malaysia dengan menggunakan visa turis, dan kini ditahan oleh pihak kepolisian untuk membantu penyelidikan lebih lanjut.

Hingga kini, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur belum menerima notifikasi konsuler terkait penangkapan tersebut. Sebagai langkah tindak lanjut, KBRI telah mengirimkan nota diplomatik kepada Pemerintah Malaysia untuk meminta klarifikasi serta akses konsuler bagi WNI yang terlibat.

Pada 31 Januari, KBRI Kuala Lumpur bertemu dengan Kepala Kepolisian Daerah Selangor, yang berjanji akan melakukan penyelidikan secara transparan dan menyeluruh. Salah satu petugas dari Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) yang terlibat dalam insiden tersebut sedang diselidiki dengan menggunakan salah satu pasal dalam Akta Senjata Api, karena diduga telah salah menggunakan senjata api.

Pihak APMM yang terlibat telah dibebastugaskan dari tugas patroli mereka pada malam kejadian dan menyatakan siap bekerja sama dengan PDRM dalam proses investigasi. Untuk korban penembakan, salah satu dari dua korban yang sebelumnya dalam kondisi kritis kini sudah stabil dan dipindahkan ke ruang perawatan biasa pada Senin. Korban yang berasal dari Aceh tersebut sudah diberitahukan kondisinya kepada pihak keluarga oleh Kemlu RI.

Sementara itu, satu korban WNI lainnya masih dalam perawatan intensif di rumah sakit, dan identitasnya belum terverifikasi. Dua WNI lainnya yang berasal dari Provinsi Riau telah pulih dan sedang memberikan keterangan kepada pihak kepolisian.