Pangeran Turki al-Faisal, anggota senior keluarga kerajaan Arab Saudi, dengan tegas mengecam rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terkait pengambilalihan Jalur Gaza, Palestina. Turki al-Faisal, yang juga mantan kepala dinas intelijen Arab Saudi, menggambarkan ide Trump tersebut sebagai upaya pembersihan etnis yang tidak dapat diterima oleh komunitas internasional. “Apa yang diungkapkan Trump sangat sulit diterima. Saya merasa tidak pantas menambahkan komentar lebih lanjut, namun tidak ada cara untuk membenarkan pembersihan etnis di abad ke-21,” ujar Pangeran Turki al-Faisal.
Kritik ini muncul setelah Trump, dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa malam, mengungkapkan pandangannya tentang Gaza. Trump menyarankan bahwa wilayah tersebut sebaiknya dihancurkan dan mengusulkan agar warga Palestina yang tinggal di Gaza dipindahkan ke berbagai negara untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Selain itu, Trump juga mengisyaratkan kemungkinan pengerahan pasukan AS jika situasi memburuk. Sementara itu, Netanyahu menyambut baik rencana tersebut, yang segera menuai kecaman dari berbagai pihak internasional, termasuk Arab Saudi.
Pangeran Turki al-Faisal menegaskan bahwa akar masalah Palestina bukanlah pada rakyatnya, melainkan pada pendudukan Israel yang sudah berlangsung lama. “Ini adalah pendudukan oleh Israel, dan hal ini sudah jelas diakui oleh dunia,” katanya. Meskipun AS dan Israel berharap untuk mempererat hubungan dengan Arab Saudi, Riyadh tetap teguh pada prinsipnya bahwa hubungan diplomatik tidak akan terjalin tanpa adanya negara Palestina dengan perbatasan 1967 dan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Menanggapi tawaran Trump untuk mengunjungi Riyadh jika Arab Saudi berinvestasi lebih banyak di AS, Pangeran Turki al-Faisal berpendapat bahwa jika Trump benar-benar datang, ia akan menerima teguran keras dari para pemimpin Arab. “Jika dia datang ke sini, dia akan mendengar kritik tajam tentang kebijakan yang ia usulkan, yang justru akan memperburuk keadaan, menciptakan lebih banyak konflik dan pertumpahan darah,” tambahnya.
Pangeran Turki juga mengkritik keras Itamar Ben-Gvir, Menteri Keamanan Nasional Israel, yang disebutnya sebagai “pembersih etnis terbesar di Palestina.” Ben-Gvir, yang selama ini mendukung pemindahan warga Palestina, kini mendukung pandangan Trump, yang menurut Pangeran Turki, tidak dapat dibenarkan.
Pangeran Turki al-Faisal mengantisipasi adanya tindakan kolektif dari negara-negara Arab, Muslim, Eropa, dan pihak lain yang mendukung solusi dua negara, yang akan mendesak PBB untuk mengambil langkah terhadap rencana Trump. Meskipun hak veto AS di PBB bisa menghambat resolusi, Pangeran Turki berharap dunia akan bersatu menentang ide tersebut. “Ini adalah upaya pembersihan etnis yang gila, dan dunia harus menunjukkan bahwa hal ini tidak bisa diterima,” ujarnya.