Uni Eropa mengeluarkan pernyataan bahwa badan penegak hukum dapat melarang penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang dianggap memiliki potensi menimbulkan bahaya atau risiko yang tidak dapat diterima. Undang-Undang AI Uni Eropa yang baru ini mulai berlaku pada 2 Februari, dengan tahap pertama yang menandai tenggat waktu kepatuhan. Setelah melalui proses panjang yang dimulai dengan pembahasan beberapa tahun lalu, Undang-Undang ini akhirnya disetujui oleh Parlemen Eropa pada Maret tahun lalu.
Undang-Undang ini bertujuan untuk mengatur berbagai penggunaan AI serta interaksinya dengan individu, mencakup dampak mulai dari aplikasi konsumen hingga lingkungan. Secara garis besar, undang-undang ini mengklasifikasikan AI dalam empat kategori risiko yang berbeda. Di antaranya adalah risiko minimal, seperti sistem filter spam email yang tidak membutuhkan pengawasan khusus. Risiko terbatas, yang mencakup chatbot layanan pelanggan, akan mendapat pengawasan ringan. Risiko tinggi, seperti aplikasi AI untuk rekomendasi perawatan kesehatan, akan diawasi dengan ketat. Terakhir, AI yang dinilai memiliki risiko tidak dapat diterima, seperti teknologi untuk penilaian sosial dan manipulasi keputusan seseorang, akan dilarang sepenuhnya.
AI yang dianggap berisiko tinggi dan tidak dapat diterima, misalnya, termasuk penggunaan AI untuk membuat profil risiko berdasarkan perilaku individu, atau yang dapat mengeksploitasi kerentanan seperti usia, disabilitas, atau status sosial ekonomi. Teknologi ini juga mencakup penggunaan AI untuk menentukan seseorang sebagai pelaku kejahatan berdasarkan penampilannya. Perusahaan yang melanggar ketentuan ini akan dikenakan denda yang besar, yaitu 35 juta euro atau 7 persen dari pendapatan tahunan mereka dari tahun fiskal sebelumnya.