Categories
Berita Internasional Home

Ukraina Butuh F-35, AS Incar Cadangan Mineral Langkanya

Dalam dinamika geopolitik yang semakin kompleks, Ukraina dikabarkan meminta jet tempur siluman F-35 dari Amerika Serikat (AS) sebagai imbalan atas akses terhadap cadangan mineral tanah langka mereka. Permintaan ini muncul di tengah negosiasi kesepakatan strategis antara Washington dan Kyiv, yang memungkinkan AS mendapatkan 50 persen pendapatan ekstraksi mineral dari tanah Ukraina.

Kesepakatan tersebut dijadwalkan akan diteken dalam kunjungan Presiden Volodymyr Zelensky ke Washington pada 28 Februari 2025, dan akan membentuk Dana Investasi Rekonstruksi untuk Ukraina. Namun, yang menjadi perhatian adalah ketiadaan jaminan keamanan eksplisit dari AS dalam perjanjian ini, yang menimbulkan kekhawatiran bahwa Kyiv mungkin menyerahkan sumber daya strategisnya tanpa jaminan perlindungan nyata dari Washington.

Seorang prajurit Garda Nasional Ukraina bernama Ivan mengungkapkan keraguannya terhadap peta jalan perdamaian yang diusulkan oleh AS.

“Saat ini, saya tidak melihat ada rencana nyata untuk perdamaian,” ujar Ivan kepada Euromaidan Press.

Dilema Strategis: AS, Rusia, dan Perang yang Belum Berakhir

Ivan juga menyoroti kemungkinan strategi yang digunakan oleh Presiden AS Donald Trump dalam menangani konflik ini.

“Trump memiliki pendekatan tersendiri—bukan untuk menghentikan perang, melainkan untuk menekan kedua belah pihak agar mencapai gencatan senjata, mirip dengan Perjanjian Minsk yang dulu gagal.”

Komentar Ivan merujuk pada Perjanjian Minsk 2014 dan 2015, yang dimaksudkan untuk mengakhiri konflik di Ukraina timur tetapi justru memberi Rusia waktu untuk memperkuat posisinya. Menurutnya, skenario serupa mungkin terulang kembali, terutama dengan AS yang mengurangi bantuan militer kepada Ukraina sambil meningkatkan tekanan ekonomi terhadap Rusia.

Namun, Ivan juga mengakui bahwa sanksi ekonomi terhadap Moskow telah mencapai batas efektivitasnya, sehingga opsi untuk menekan Rusia semakin terbatas.

Di sisi lain, Zelensky sebelumnya menolak untuk menandatangani kesepakatan mineral langka dengan AS, menegaskan bahwa ia tidak akan menjual negaranya. Namun, dengan tekanan politik yang semakin besar dari Washington, posisi Ukraina tampaknya mulai melunak.

“Jika Trump menginginkan mineral kami, biarkan dia mengambilnya. Tapi sebagai gantinya, berikan kami F-35,” ujar Ivan. “Itu akan cukup untuk merebut kembali Donbas—setidaknya secara teori.”

Janji Keamanan yang Tak Kunjung Terpenuhi

Bagi banyak prajurit Ukraina, ketidakpastian mengenai komitmen keamanan AS menjadi perhatian utama. Sejarah mencatat bahwa Memorandum Budapest—di mana Ukraina menyerahkan persenjataan nuklirnya pada 1994 dengan imbalan jaminan keamanan dari AS, Inggris, dan Rusia—tidak pernah benar-benar ditepati.

Volodymyr, seorang instruktur perang elektronik di Angkatan Bersenjata Ukraina, menegaskan bahwa bukan Ukraina yang berutang kepada AS, tetapi justru sebaliknya.

“Beri tahu Trump dan [Penasihat Keamanan Nasional AS] Michael Waltz bahwa AS yang berutang kepada Ukraina, karena gagal memenuhi Memorandum Budapest,” tegasnya.

Sementara itu, Trump telah memulai perundingan damai dengan Rusia di Riyadh, tanpa melibatkan perwakilan Ukraina. Langkah ini menimbulkan kekhawatiran bahwa gencatan senjata yang ditengahi AS mungkin hanya memberi Rusia waktu untuk kembali memperkuat militernya.

Kyrylo Budanov, Kepala Intelijen Ukraina, memperingatkan bahwa tujuan Rusia tetap tidak berubah.

“Rusia akan melakukan segala cara untuk mencaplok Ukraina. Mereka membutuhkan wilayah dan populasi kami. Tanpa Ukraina, kekaisaran Rusia tidak bisa bertahan.”

Pandangan Pasukan Garis Depan: Perang Belum Bisa Diakhiri

Di garis depan pertempuran, banyak prajurit Ukraina tidak percaya pada skenario gencatan senjata yang melibatkan konsesi wilayah.

Illia, seorang sersan kepala yang telah bertugas sejak 2014, mengungkapkan keraguannya terhadap solusi damai yang ditawarkan.

“Jaminan keamanan seperti apa yang bisa diberikan? Apakah pasukan AS akan datang dan menghentikan Rusia? Saya ragu.”

Keraguan ini semakin diperkuat oleh pengalaman pasukan Ukraina yang sering kali merasa kurang mendapat dukungan dari sekutu Barat.

“Kami bekerja sama dengan orang-orang dari Inggris, Amerika, dan Eropa. Ketika kami kalah jumlah dan Rusia menghujani kami dengan artileri, mereka bertanya, ‘Di mana bantuan kita?’ Dan kami harus menjawab, ‘Tidak ada. Kita bertahan, bergerak, dan bertempur dengan apa yang kita miliki. Mungkin bantuan udara akan datang—mungkin juga tidak.’”

Sementara itu, Eduard, seorang teknisi perang elektronik dari Brigade Mekanik ke-65 Ukraina, menduga bahwa Trump telah mencapai kesepakatan rahasia dengan Rusia.

“Trump tidak paham apa itu perang. Dia tidak mengerti bagaimana rasanya kehilangan orang-orang terkasih. Dia hidup di dunianya sendiri yang tidak bisa dipahami. Saya yakin dia telah membuat kesepakatan dengan Rusia. Mereka hanya mengulur waktu, sementara kami dibiarkan begitu saja,” pungkasnya.

Kesimpulan: Ukraina di Persimpangan Jalan

Dengan kesepakatan mineral langka dan permintaan jet tempur F-35 sebagai bagian dari negosiasi, Ukraina kini menghadapi dilema besar.

Apakah Zelensky akan mengorbankan sumber daya strategis negaranya demi mendapatkan perlengkapan militer canggih? Atau justru Trump yang akan memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan politiknya sendiri?

Yang jelas, bagi prajurit Ukraina di medan perang, tidak ada ruang untuk kompromi jika itu berarti kehilangan kedaulatan mereka.

Konflik ini masih jauh dari kata selesai, dan dunia akan terus mengamati bagaimana negosiasi berisiko tinggi ini berkembang di bulan-bulan mendatang. 🚨🔥

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *