Categories
Berita Internasional

Trump Ajak Iran Kembali Berunding, Kirim Surat ke Khamenei

Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengungkapkan bahwa dirinya telah mengirim surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, untuk mendorong negosiasi baru terkait program nuklir Iran. Trump juga memberikan peringatan bahwa jika negosiasi tidak dilakukan, tindakan militer bisa menjadi opsi yang diambil.

Dilansir dari AFP, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menegaskan bahwa negaranya tidak akan berunding selama AS tetap menerapkan kebijakan “tekanan maksimum”. Meski begitu, Iran tidak secara langsung menanggapi klaim Trump mengenai surat yang dikirimkan kepada Khamenei.

Perubahan Sikap Trump dan Posisi AS yang Dilema

Pendekatan yang diambil oleh Trump ini menandai pergeseran sikap dari kebijakan kerasnya saat pertama kali menjabat sebagai Presiden AS. Langkah ini juga berpotensi menempatkan Washington dalam posisi yang sulit, terutama dengan sekutunya, Israel, yang tahun lalu melakukan serangan bom terhadap Iran.

“Semoga kita bisa mencapai kesepakatan damai,” ujar Trump saat berbicara kepada wartawan di Gedung Putih pada Jumat (7/3). Ia juga menambahkan bahwa situasi terkait program nuklir Iran telah memasuki tahap krusial.

“Saya lebih memilih jalur diplomasi dibanding opsi lain,” kata Trump, merujuk pada kemungkinan aksi militer. “Namun, jika opsi lain harus dilakukan, maka itu akan menjadi solusi akhir atas permasalahan ini.”

Sebelumnya, dalam sebuah wawancara dengan Fox Business, Trump menyebutkan bahwa dalam suratnya kepada Khamenei, ia menyampaikan pesan:
“Saya harap Anda mau bernegosiasi, karena jika kita harus bertindak secara militer, itu akan menjadi situasi yang sangat buruk bagi mereka.”

Namun, hingga saat ini belum jelas bagaimana surat tersebut dikirim, karena perwakilan Iran di PBB mengklaim belum menerimanya.

Riwayat Ketegangan AS-Iran dalam Isu Nuklir

Kesepakatan nuklir Iran pertama kali dinegosiasikan oleh mantan Presiden AS, Barack Obama, pada tahun 2015. Perjanjian tersebut menawarkan keringanan sanksi bagi Iran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya.

Namun, pada tahun 2018, Trump—yang saat itu menjabat sebagai presiden—memutuskan untuk menarik AS dari kesepakatan tersebut dan menerapkan kembali sanksi sepihak terhadap Iran, meski mendapat keberatan dari sekutu Eropa. Iran, yang berulang kali membantah sedang mengembangkan senjata nuklir, sempat mematuhi perjanjian itu tetapi kemudian membatalkan komitmennya setelah AS keluar dari kesepakatan.

Saat ini, menurut pejabat AS, Iran diperkirakan hanya membutuhkan waktu beberapa minggu untuk mampu membuat bom nuklir jika mereka memutuskan untuk melakukannya.

Strategi Trump Pasca Kembali ke Gedung Putih

Sekembalinya ke Gedung Putih, Trump menyatakan bahwa ia akan kembali menerapkan kebijakan “tekanan maksimum” terhadap Iran, meskipun dengan sikap yang lebih berhati-hati.

Sejak itu, ia juga mengganti beberapa pejabat dari masa kepemimpinannya sebelumnya dan berjanji untuk menjauh dari kelompok-kelompok kebijakan luar negeri yang dianggapnya sebagai penghasut konflik internasional.

Di sisi lain, miliarder Elon Musk, yang dikenal sebagai sekutu dekat Trump, dilaporkan telah bertemu dengan duta besar Iran untuk PBB tak lama setelah pemilu. Pertemuan tersebut disebut-sebut sebagai bagian dari upaya Trump untuk menyampaikan pesan bahwa ia menginginkan stabilitas dan jalur diplomasi dalam hubungan dengan Iran.

Categories
Berita Internasional Home

AS Tolak Permintaan Netanyahu, Desak Israel Mundur dari Lebanon Sebelum 18 Februari

Amerika Serikat dengan tegas menolak permintaan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk memperpanjang keberadaan militer Israel di Lebanon Selatan. Washington menegaskan bahwa pasukan Israel harus mundur sebelum tenggat waktu 18 Februari, sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya, demikian dilaporkan oleh Jerusalem Post.

Meski Netanyahu berupaya meminta dukungan Presiden Donald Trump agar pasukan Israel tetap bertahan di lima titik strategis perbatasan, Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Brian Hughes, menyatakan bahwa tidak akan ada perpanjangan waktu. “Penarikan pasukan Israel tetap berjalan sesuai jadwal, dan tidak ada permintaan resmi untuk memperpanjang batas waktu,” tegasnya. Sikap ini mengindikasikan adanya pergeseran kebijakan Trump yang semakin tegas terhadap operasi militer Israel di luar Gaza.

Sebelumnya, perjanjian gencatan senjata 60 hari yang dijadwalkan berakhir pada 27 Januari memberi Israel waktu untuk menarik pasukannya. Namun, hingga batas waktu tersebut, Israel belum mundur dengan alasan Angkatan Bersenjata Lebanon belum sepenuhnya dikerahkan di wilayah selatan. AS sempat memberikan tambahan waktu hingga 18 Februari, tetapi kini menolak penundaan lebih lanjut.

Di sisi lain, Lebanon menuduh Israel telah melanggar kesepakatan dan mengajukan protes ke Dewan Keamanan PBB. Media Lebanon melaporkan lebih dari 830 pelanggaran oleh Israel sejak gencatan senjata diberlakukan. Sementara itu, Morgan Ortagus, utusan khusus Trump untuk Timur Tengah, menegaskan kembali kebijakan AS selama kunjungannya ke Lebanon dan Israel, di mana ia turut meninjau perbatasan utara bersama pejabat militer Israel.

Dalam perjanjian awal, Israel diwajibkan menarik pasukannya seiring dengan pengerahan tentara Lebanon dan pasukan penjaga perdamaian PBB, sementara kelompok Hizbullah harus mundur ke utara Sungai Litani. Israel mengklaim bahwa Lebanon belum memenuhi kewajiban tersebut, namun Washington memastikan bahwa militer Lebanon akan siap sepenuhnya sebelum batas waktu yang telah disepakati.

Sikap Trump terhadap Lebanon juga menunjukkan adanya perubahan strategi dalam kebijakan luar negerinya, khususnya terkait Iran. Saat menandatangani kebijakan baru tentang sanksi maksimum terhadap Teheran, Trump menunjukkan ketidakinginannya dengan menyatakan, “Saya menandatangani ini, tetapi saya tidak senang melakukannya.” Lebih mengejutkan lagi, ia menegaskan bahwa tidak semua pemimpin Iran menginginkan senjata nuklir, sebuah pernyataan yang bertentangan dengan narasi Netanyahu yang selama ini menggambarkan Iran sebagai ancaman utama bagi stabilitas regional.

Menurut analis Trita Parsi, sikap ini menunjukkan bahwa Trump mungkin lebih tertarik untuk mencari kesepakatan diplomatik dengan Iran daripada sekadar memperketat sanksi. Langkah ini berpotensi mengguncang hubungan AS-Israel dan menggagalkan beberapa agenda strategis Netanyahu di kawasan Timur Tengah.