Jepang dan NATO Pererat Kerja Sama di Tengah Bayang-Bayang Konflik Global

Jepang dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah sepakat untuk memperkuat kolaborasi mereka di bidang industri pertahanan. Langkah ini muncul sebagai respons atas meningkatnya ketegangan keamanan yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina serta sikap China yang dinilai semakin ofensif. Kesepakatan tersebut terjalin dalam pertemuan antara Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba dan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte di Tokyo baru-baru ini.

Dalam kerja sama ini, kedua belah pihak akan berfokus pada pengembangan teknologi canggih yang memiliki manfaat ganda, yakni dapat digunakan untuk keperluan sipil maupun militer. Kolaborasi tersebut menandai babak baru dalam hubungan antara Jepang dan NATO, yang sebelumnya lebih bersifat terbatas.

Satu hari sebelum pertemuan itu, Menteri Pertahanan Jepang Gen Nakatani mengungkapkan ketertarikan Jepang untuk bergabung dalam komando NATO yang menangani misi dukungan terhadap Ukraina dan berbasis di Jerman. Ini merupakan lompatan besar yang mencerminkan keterlibatan aktif Jepang dalam urusan keamanan global.

Rutte, yang sedang melakukan kunjungan dua hari ke Jepang, menyatakan bahwa peran Tokyo kian vital, khususnya dalam mengawasi pesatnya peningkatan kekuatan militer China. Tahun lalu, NATO bahkan mempertimbangkan pembukaan kantor perdananya di Asia, dengan Tokyo sebagai kandidat utama. Jepang pun telah membentuk misi diplomatiknya sendiri untuk NATO di Brussels sejak Januari.

Namun, rencana ini menuai kritik dari China dan Korea Utara, yang menilai langkah NATO sebagai upaya membentuk “NATO versi Asia.” Hingga kini, Jepang masih menjadi satu-satunya anggota G7 yang bukan anggota resmi NATO, namun hubungan keduanya kini kian erat dan strategis.