Trump Tunda Pertemuan dengan Putin, Fokuskan Kunjungan Timur Tengah

Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan bahwa pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin tidak akan berlangsung selama lawatannya ke Arab Saudi. Ia menegaskan bahwa pertemuan tersebut kemungkinan besar akan dijadwalkan setelah kunjungannya ke Timur Tengah yang direncanakan berlangsung pada 13 hingga 16 Mei, mencakup Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar.

Pernyataan tersebut disampaikan Trump kepada awak media di Gedung Putih pada Rabu (23/4), saat ditanya apakah ia akan bertemu dengan Putin di Arab Saudi. “Itu mungkin, tetapi sepertinya tidak. Saya pikir kami akan bertemu dengannya segera setelah kunjungan itu,” ujarnya.

Sebelumnya, Gedung Putih pun mengonfirmasi bahwa utusan khusus Presiden Trump, Steve Witkoff, dijadwalkan melakukan perjalanan ke Rusia dalam waktu dekat. Kunjungan ini bertujuan untuk melanjutkan diskusi langsung dengan Presiden Putin terkait konflik berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina.

Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt telah mengungkapkan bahwa pihak AS merasa optimis dengan arah pembicaraan yang telah berlangsung. Witkoff dijadwalkan berangkat pada akhir pekan untuk memperkuat dialog diplomatik tersebut.

Di sisi lain, Trump juga menekankan bahwa peluang untuk tercapainya kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina minggu ini cukup besar. Ia mengutarakan harapannya agar perundingan kedua negara yang telah berkonflik lebih dari tiga tahun itu bisa menghasilkan solusi konkret dalam waktu dekat.

Jepang dan NATO Pererat Kerja Sama di Tengah Bayang-Bayang Konflik Global

Jepang dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah sepakat untuk memperkuat kolaborasi mereka di bidang industri pertahanan. Langkah ini muncul sebagai respons atas meningkatnya ketegangan keamanan yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina serta sikap China yang dinilai semakin ofensif. Kesepakatan tersebut terjalin dalam pertemuan antara Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba dan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte di Tokyo baru-baru ini.

Dalam kerja sama ini, kedua belah pihak akan berfokus pada pengembangan teknologi canggih yang memiliki manfaat ganda, yakni dapat digunakan untuk keperluan sipil maupun militer. Kolaborasi tersebut menandai babak baru dalam hubungan antara Jepang dan NATO, yang sebelumnya lebih bersifat terbatas.

Satu hari sebelum pertemuan itu, Menteri Pertahanan Jepang Gen Nakatani mengungkapkan ketertarikan Jepang untuk bergabung dalam komando NATO yang menangani misi dukungan terhadap Ukraina dan berbasis di Jerman. Ini merupakan lompatan besar yang mencerminkan keterlibatan aktif Jepang dalam urusan keamanan global.

Rutte, yang sedang melakukan kunjungan dua hari ke Jepang, menyatakan bahwa peran Tokyo kian vital, khususnya dalam mengawasi pesatnya peningkatan kekuatan militer China. Tahun lalu, NATO bahkan mempertimbangkan pembukaan kantor perdananya di Asia, dengan Tokyo sebagai kandidat utama. Jepang pun telah membentuk misi diplomatiknya sendiri untuk NATO di Brussels sejak Januari.

Namun, rencana ini menuai kritik dari China dan Korea Utara, yang menilai langkah NATO sebagai upaya membentuk “NATO versi Asia.” Hingga kini, Jepang masih menjadi satu-satunya anggota G7 yang bukan anggota resmi NATO, namun hubungan keduanya kini kian erat dan strategis.